Menjelang Hari Raya Idul Fitri, fenomena organisasi kemasyarakatan (ormas) yang meminta Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pengusaha kembali menjadi perbincangan hangat. Praktik permintaan THR  ini telah lama terjadi di Indonesia, namun belakangan menimbulkan polemik. Sebagian pihak menganggapnya sebagai tradisi yang wajar dalam budaya Lebaran, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk pemerasan yang dapat dikenakan sanksi hukum.

Budaya atau Pemerasan? Perdebatan yang Tak Kunjung Usai

Di beberapa daerah, permintaan THR oleh ormas dianggap sebagai tradisi tahunan yang telah mengakar dalam masyarakat. Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i menyatakan bahwa praktik ini sudah ada sejak lama dan tidak perlu dipermasalahkan selama dilakukan dengan cara yang sopan dan tidak memaksa. Menurutnya, ada budaya gotong royong dan berbagi rezeki dalam perayaan Lebaran yang membuat permintaan THR oleh ormas menjadi hal yang biasa.

Namun, ada pula laporan yang menunjukkan bahwa permintaan THR ini dilakukan dengan cara-cara yang menekan pengusaha, bahkan dalam beberapa kasus disertai ancaman. Jika dilakukan dengan paksaan, tindakan ini dapat dianggap sebagai pemerasan dan berpotensi melanggar hukum.

Perspektif Hukum: Bisa Dipidana atau Tidak?

Dari segi hukum, tidak ada aturan yang secara spesifik melarang ormas meminta THR. Namun, jika ada unsur pemaksaan, ancaman, atau intimidasi, maka tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan. Selain itu, Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan juga dapat digunakan jika ormas menekan atau mengintimidasi pengusaha agar memberikan THR.

Pihak kepolisian telah mengingatkan bahwa permintaan THR oleh ormas harus dilakukan secara sukarela dan tanpa tekanan. Polisi juga mengimbau pengusaha untuk melaporkan jika mereka mengalami pemaksaan atau ancaman dari pihak mana pun terkait permintaan THR.

Dampak terhadap Dunia Usaha dan Investasi

Pengusaha, terutama skala kecil dan menengah, merasa terbebani. Beberapa asosiasi bisnis menilai praktik ini menciptakan ketidakpastian dan mengganggu iklim usaha.

Investor juga bisa merasa tidak nyaman dengan tekanan semacam ini. Jika dibiarkan, dampaknya bisa merusak citra investasi di Indonesia. Oleh karena itu, banyak pihak mendesak pemerintah untuk bertindak tegas.

Tindakan Pemerintah

Pemerintah dan DPR menyoroti fenomena ini. Beberapa anggota DPR meminta tindakan hukum bagi ormas yang melakukan pemerasan. Pemerintah daerah juga diminta mengawasi dan membatasi praktik ini agar tidak merugikan dunia usaha.

Masyarakat diminta waspada dan melapor jika mengalami pemaksaan dalam pemberian THR. Dengan lebih banyak laporan, diharapkan praktik ini bisa dikendalikan.

Kesimpulan: Menjaga Keseimbangan

Permintaan THR oleh ormas masih menjadi perdebatan antara budaya dan hukum. Tradisi berbagi menjelang Lebaran perlu dihormati, tetapi penyalahgunaan harus dicegah.

Pemerintah harus tegas dalam menindak praktik yang merugikan pengusaha. Keseimbangan antara nilai budaya dan hukum perlu dijaga agar tidak ada pihak yang dirugikan.