
TANGERANG — Kasus pelecehan seksual terhadap anak kembali mencoreng dunia perlindungan anak di Indonesia. Seorang pendiri sekaligus pengasuh panti asuhan di Tangerang, Banten, dituntut 19 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah terbukti melakukan tindakan asusila terhadap sejumlah anak asuh di bawah pengawasannya.
Terungkap Setelah Salah Satu Korban Melapor
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah salah satu anak asuh memberanikan diri melapor ke pihak berwajib. Korban mengaku mengalami pelecehan secara berulang oleh terdakwa yang dikenal sebagai figur “ayah” di panti tersebut. Setelah laporan diterima, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan memeriksa beberapa saksi serta korban lainnya. Hasilnya, ditemukan bukti kuat bahwa tindakan serupa telah dilakukan terdakwa terhadap lebih dari satu anak selama bertahun-tahun.
Modus Terselubung di Balik Kedok Amal
Terdakwa, yang berinisial H, memanfaatkan kedudukannya sebagai pengelola utama panti untuk mendekati dan mengendalikan anak-anak yang seharusnya dilindunginya. Ia kerap memanfaatkan waktu malam hari untuk mendekati para korban secara diam-diam. Berdasarkan keterangan jaksa, tindakan H tergolong kejahatan serius karena melibatkan korban di bawah umur yang berada dalam situasi tidak berdaya.
Tuntutan 19 Tahun Penjara dan Hak Perlindungan Anak
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, jaksa menyampaikan tuntutan hukuman 19 tahun penjara bagi terdakwa. Selain itu, JPU juga menuntut agar terdakwa dikenakan denda dan diwajibkan membayar restitusi kepada para korban sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum. Jaksa menyebut bahwa perbuatan terdakwa telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga sosial.
Reaksi Publik dan Pemerhati Anak
Kasus ini menuai reaksi keras dari masyarakat, khususnya aktivis dan pemerhati anak. Banyak pihak menilai kasus ini sebagai bukti bahwa pengawasan terhadap lembaga sosial seperti panti asuhan masih sangat lemah. Pemerintah didesak untuk melakukan audit menyeluruh terhadap panti-panti asuhan di seluruh Indonesia agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Kesimpulan
Kejahatan seksual terhadap anak adalah bentuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Ketika pelakunya adalah orang yang seharusnya menjadi pelindung, dampak psikologisnya bagi korban menjadi jauh lebih besar. Kasus pelecehan oleh pendiri panti asuhan di Tangerang ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan, perlindungan, dan ketegasan hukum dalam menjaga masa depan anak-anak Indonesia. Dengan tuntutan 19 tahun penjara, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan menjadi peringatan bagi siapa pun yang berniat melakukan kejahatan serupa.