
Sukabumi — Kasus perdagangan orang atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menjadi sorotan. Seorang pemuda asal Sukabumi, Jawa Barat, dikabarkan menjadi korban TPPO di Kamboja. Kasus ini menarik perhatian luas karena melibatkan pekerja migran yang diduga dieksploitasi saat bekerja di luar negeri.
Korban bernama Ahmad Fajar (nama samaran), berusia 22 tahun. Ia berangkat ke Kamboja dengan harapan mendapat pekerjaan layak sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Namun, bukan kondisi kerja aman dan manusiawi yang ia temui. Ahmad justru mengalami perlakuan tidak adil, keterbatasan kebebasan, serta upah yang tidak sesuai kontrak awal. Dugaan kuat, kejadian ini merupakan bentuk perdagangan orang yang memanfaatkan kerentanan pekerja migran.
Kronologi Kejadian dan Penyelidikan Kasus
Ahmad berangkat ke Kamboja melalui jalur resmi. Keberangkatannya difasilitasi oleh sebuah perusahaan penyedia tenaga kerja migran. Namun, kondisi yang ia alami di sana berbeda jauh dari janji awal. Ahmad mengaku mendapat tekanan kerja berlebihan, jam kerja panjang tanpa istirahat memadai, dan fasilitas yang sangat terbatas.
Situasi tersebut membuat Ahmad mengalami stres berat dan ingin segera pulang ke Indonesia. Keluarganya di Sukabumi kemudian mengetahui kondisi itu. Mereka langsung melapor ke pihak berwenang dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perlindungan pekerja migran. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, juga telah menindaklanjuti laporan ini. Koordinasi dilakukan dengan Kedutaan Besar Indonesia di Kamboja.
Klarifikasi Perusahaan Penyedia ABK
Menanggapi laporan ini, perusahaan penyedia ABK memberikan klarifikasi. Mereka membantah tuduhan adanya praktik TPPO. Pihak perusahaan menyatakan bahwa proses perekrutan telah sesuai prosedur hukum. Mereka juga mengaku telah memberikan kontrak kerja yang jelas dan transparan, termasuk kepada Ahmad.
Menurut perusahaan, persoalan ini terjadi karena kesalahpahaman dan perbedaan kondisi kerja dari ekspektasi awal. Mereka juga menyatakan siap melakukan evaluasi dan perbaikan. Tujuannya adalah untuk memastikan hak-hak pekerja migran tetap terlindungi.
Upaya Perlindungan dan Pencegahan
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya perlindungan terhadap pekerja migran dari risiko TPPO. Pemerintah didorong untuk memperketat regulasi dan pengawasan. Hal ini terutama ditujukan kepada perusahaan yang menyalurkan tenaga kerja ke luar negeri, khususnya di sektor informal seperti ABK.
Organisasi perlindungan pekerja juga menekankan pentingnya edukasi. Calon pekerja harus memahami hak dan kewajibannya sebelum berangkat. Selain itu, mekanisme pengaduan yang cepat dan mudah perlu disediakan agar korban bisa segera memperoleh bantuan.
Kesimpulan
Kasus pemuda Sukabumi yang menjadi korban TPPO di Kamboja mencerminkan kompleksitas persoalan pekerja migran. Hal ini terutama menimpa mereka yang bekerja di sektor berisiko tinggi seperti ABK. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk menjamin keselamatan serta kesejahteraan para pekerja di luar negeri. Transparansi dan penegakan hukum yang tegas harus menjadi prioritas agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.