
Cirebon, Jawa Barat — Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan empat faktor utama yang memicu terjadinya gerakan tanah di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Fenomena ini telah menimbulkan kekhawatiran warga, terutama yang tinggal di kawasan rawan longsor dan daerah perbukitan.
Kronologi dan Dampak Kejadian
Gerakan tanah dilaporkan terjadi pada beberapa titik di Kabupaten Cirebon, khususnya di daerah Kecamatan Pasaleman dan Waled. Peristiwa ini mengakibatkan retakan tanah, kerusakan pada sejumlah bangunan rumah warga, serta terganggunya akses jalan penghubung antar desa. Warga mengaku mulai merasakan perubahan kontur tanah sejak hujan deras mengguyur wilayah tersebut beberapa hari sebelumnya.
Menurut Badan Geologi, kejadian ini termasuk dalam kategori gerakan tanah tipe rayapan (creep) dan longsoran. Tidak ada korban jiwa, namun sejumlah keluarga terpaksa mengungsi untuk menghindari risiko yang lebih besar.
Empat Faktor Penyebab Gerakan Tanah
Badan Geologi menyebut empat faktor utama penyebab gerakan tanah yang terjadi di Cirebon, yaitu:
-
Curah Hujan Tinggi
Intensitas hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir menjadi pemicu utama jenuh air dalam tanah. Hal ini menyebabkan tekanan pori meningkat dan mengurangi kekuatan geser tanah. -
Kemiringan Lereng
Banyak permukiman warga berada di wilayah perbukitan dengan kemiringan lereng cukup terjal. Lereng yang curam mempermudah terjadinya longsor terutama jika tidak ada vegetasi penahan tanah. -
Jenis Tanah Lempung
Tanah di daerah terdampak sebagian besar merupakan tanah lempung yang mudah mengembang saat basah dan menyusut saat kering. Kondisi ini membuat tanah tidak stabil, terutama saat terkena air dalam jumlah besar. -
Penggundulan Lahan
Aktivitas manusia seperti penebangan pohon secara masif dan alih fungsi lahan menjadi permukiman tanpa sistem drainase yang baik memperparah kondisi tanah dan mengurangi daya tahan lereng.
Tindakan dan Imbauan Pemerintah
Pemerintah daerah bersama BPBD dan Badan Geologi telah melakukan survei lapangan serta menyiapkan langkah antisipasi. Warga diimbau tidak membangun rumah permanen di daerah rawan longsor dan segera mengungsi jika ada retakan tanah atau tanda-tanda pergerakan.
Badan Geologi juga akan memasang alat pemantau gerakan tanah (early warning system) di beberapa titik kritis sebagai upaya mitigasi. Edukasi kepada masyarakat terkait bahaya gerakan tanah dan tata cara evakuasi darurat akan dilakukan secara berkala.
Penutup
Kejadian ini kembali mengingatkan pentingnya kesadaran terhadap potensi bencana geologi, terutama di daerah dengan topografi perbukitan dan curah hujan tinggi. Pemerintah, bersama masyarakat dan lembaga teknis, diharapkan dapat bersinergi untuk memperkuat upaya mitigasi dan mencegah dampak lebih besar di masa mendatang.